Hujan Membuatku Ingat Dirimu
sumber gambar: www.wanitamakassar.com |
Berita terkini malam ini. Aku hanya menatap layar televisi dengan muka enggan. Bila hujan turun aku selalu ingat dirimu. Ya, dirimu. Dirimu yang waktu itu pernah berjanji ingin sehidup semati. Sekarang kurasa sudah mati, rasa di hatimu untukku. Tapi tak apa lah, aku suka mencintai ketidakmungkinan. Menurutku, ada sebuah tantangan bila kita mencintai ketidakmungkinan. Kita tetap berharap walau sebenarnya tak ada yang kita dapat. Aku gila, kan? Tapi sungguh berharap pada hal yang tidak pasti adalah sebuah candu bagiku.
Kau bahkan waktu itu pernah menasihatiku agar aku tidak terlalu berharap. Ya, terima kasih soal nasihat tersebut. Namun, kurasa sepertinya nasihatmu tidaklah berguna. Saat aku tak berharap kau selalu di sisi, kau malah pergi. Saat aku tak minta dicintai kau malah memberiku cinta yang belum pernah aku miliki. Setelah aku sedang bermesraan dengan cinta yang kau beri, kau malah membawanya pergi. Aku jadi sangsi, sebenarnya aku ini harusnya berharap atau tidak? Atau aku yang terlalu berbesar rasa, ya, kepadamu?
Kadang pertanyaan-pertanyaan seperti itu selalu menghantuiku, setiap hari, setiap malam. Aku pusing. Aku sudah tidak ingin mengenang semua hal apapun mengenai dirimu, tapi entah mengapa setiap aku terdiam aku selalu teringat hal yang seharusnya aku lupakan. Bahkan, aku sering menyalahkan waktu luang. Karena dengan adanya dia, pikiranku menjadi tak karuan. Selalu mengingat hal yang bukan-bukan. Kau tahu, kan, maksudku? Ya, benar mengingat kenangan kita waktu dulu.
Lalu, kuputuskan diriku untuk tidak selalu memiliki waktu luang agar pikiran tentangmu segera aku hapuskan. Tapi sungguh, sulit sekali melupakan dirimu. Apa karena sikapmu yang masih baik kepadaku atau karena kau pernah mencatat sejarah dalam hidupku? Aku juga belum menemukan jawaban hingga detik ini.
Seperti yang kubilang di atas, hujan selalu membuatku mengingat dirimu. Saat tetesan pertama yang jatuh ke bumi, menimbulkan bau tanah, membuat pikiranku membentuk memori tentang kita, dulu. Petrikor, atau yang kita kenal dengan bau tanah saat hujan turun, memang menyimpan sebuah kenangan. Aku ingat saat pertama kali kita berkenalan. Hari itu, cuaca di rumahku sedang hujan lebat dan kau juga berkata padaku bahwa di rumahmu juga sedang turun hujan. Lalu, kita bercerita tentang apapun yang membuat kita semakin mengikat. Aku tidak menyalahkan hujan tapi apakah bila saat itu hujan tidak turun kita tetap bercerita seperti demikian? Aku belum menemukan jawabannya.
Dalam hujan juga aku memiliki kesedihan. Saat aku sedang rindu dirimu yang jauh di sana, hujanlah yang menemani kesendirianku di kamar indekosku. Saat itu, aku sulit menghubungi dirimu yang sedang sibuk bersama teman-temanmu. Aku rindu tapi sendirian. Lalu, ketika kau menghubungiku aku begitu senang sehingga tak terasa air mata jatuh membasahi pipiku. Kurasa saat itu aku sedang rindu-rindunya padamu. Namun, kau bersikap tak acuh dan berkata bahwa janganlah menjadi perempuan cengeng. Kau kira menahan rindu itu enak? Tokoh Dilan (dalam buku Dilan) bahkan tidak menginginkan Milea, pacarnya, untuk merindu karena rindu itu berat. Seharusnya aku tahu, dari jawabanmu itu sebenarnya kau hanya ingin singgah sementara dalam hidupku. Aku terlalu naif.
Aku terlalu bodoh, aku akui tapi aku tidak pernah menyesal. Kalau kesal mungkin sempat tapi tidak lama. Untuk membiasakan diri kembali menjadi pribadi yang sempat tak bisa sendiri. Aku sendiri di tengah derasnya hujan yang membasahi bumi ketika kau berucap "kita sampai di sini saja". Entah mengapa setiap kejadian yang melibatkan dirimu selalu saja ada hujan. Entah kalian bersekongkol untuk membuatku sulit lupa apa memang aku yang begitu perasa?
Aku terlalu bodoh, aku akui tapi aku tidak pernah menyesal. Kalau kesal mungkin sempat tapi tidak lama. Untuk membiasakan diri kembali menjadi pribadi yang sempat tak bisa sendiri. Aku sendiri di tengah derasnya hujan yang membasahi bumi ketika kau berucap "kita sampai di sini saja". Entah mengapa setiap kejadian yang melibatkan dirimu selalu saja ada hujan. Entah kalian bersekongkol untuk membuatku sulit lupa apa memang aku yang begitu perasa?
Sudahlah, sudah berlalu, aku tak mau mempermasalahkan masa lalu yang begitu pilu. Biarkan semua kenangan tentang dirimu itu jatuh ke bumi bersama derasnya air hujan yang turun ke bumi. Ya, kurasa cara terbaik dari mencintai adalah melepasnya untuk pergi. Namun, satu hal yang tak pernah kau tahu. Aku pernah memergokimu sedang bermesraan dengan masa lalumu. Selamat, ya kau pun terjebak dengan itu!
(Sunter, 21 Maret 2017)
Komentar
Posting Komentar